Ambon, Demokrasi Maluku.– Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Jhon Laipeny, menyoroti mahalnya biaya transportasi udara yang menghambat pertumbuhan sektor pariwisata di Maluku. Kritik ini disampaikan kepada wartawan ketika diwawancarai di Gedung DPRD Maluku, Karpan-Ambon, pada hari Senin (17/11/2025).
Laipeny menjelaskan, tingginya biaya transportasi udara ke dan antar wilayah di Maluku menjadi kendala serius. Ia mencontohkan, wisatawan yang berkunjung ke Ambon harus menyiapkan sekitar Rp10 juta untuk transportasi dan penginapan saja, belum termasuk biaya menikmati destinasi wisata.
“Dengan dana yang sama, wisatawan bisa menikmati pengalaman wisata yang lebih lengkap di Malaysia atau bahkan Hong Kong Disneyland,” ujarnya.
Laipeny juga menyinggung status Bandara Pattimura sebagai bandara internasional yang belum optimal sejak ditetapkan 15 tahun lalu. Menurutnya, bandara internasional seharusnya didukung dengan manajemen pariwisata yang kuat. Ia menekankan perlunya Kepala Dinas Pariwisata berperan sebagai manajer pariwisata yang aktif mendatangkan investor, mempersiapkan tenaga lokal, dan membina pengusaha daerah.
Selain itu, Laipeny menyoroti minimnya atraksi budaya dan lokasi hiburan pendukung pariwisata di Ambon, termasuk kurangnya pertunjukan seni tradisional dan fasilitas diving yang memadai. Ia juga menyoroti mahalnya biaya transportasi antar wilayah yang membuat wisatawan enggan mengunjungi destinasi wisata potensial di luar Ambon, seperti Banda, Kisar, Moa, dan Saumlaki.
Untuk mengatasi masalah ini, Laipeny mendorong kerja sama antara Pemerintah Provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui jalur pelayaran selatan. Ia mengusulkan agar kapal-kapal wisata dari Labuan Bajo dapat singgah di Maluku. Selain itu, ia mengusulkan perpanjangan landasan pacu di bandara perintis seperti di Moa dan Kisar agar dapat melayani pesawat berkapasitas lebih besar.
Laipeny berharap pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata, maskapai penerbangan, dan pemerintah NTT dapat bekerja sama membangun ekosistem pariwisata yang lebih inklusif, terjangkau, dan berdaya saing tinggi. Ia menekankan bahwa Maluku membutuhkan gebrakan nyata agar pariwisata dapat menjadi sektor unggulan bagi kesejahteraan masyarakat. (DM5).















