Ambon, Demokrasi Maluku ; Ali Hasan Kasim, SH., kuasa hukum pemilik lahan Air Putri di Desa Waiyoho, mengapresiasi pelaksanaan rapat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat, yang berlangsung hari ini, Jumat, 21 Maret 2025.
Rapat yang digelar di ruang pertemuan BAPPEDA, lantai II Kantor Bupati Seram Bagian Barat ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan terkait destinasi wisata Air Putri di Dusun Waiyoho.
Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) SBB tersebut berjalan dengan lancar dan dihadiri oleh sejumlah pihak, yang diantaranya perwakilan dari Polres dan Kejaksaan Seram Bagian Barat, kedua belah yang mengklaim sebagai pemilik lahan Air Putri dan para Pimpinan OPD terkait di lingkup Kabupaten SBB
Namun, Ali Hasan Kasim menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan Sekda yang memutuskan untuk memanggil kembali Ketua Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu, pasalnya pemanggilan yang bertujuan untuk menjelaskan status NO dan aquo terkait sengketa lahan tersebut tidak efisien.
Menurut Ali Hasan Kasim, pemanggilan Ketua Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu sebenarnya tidak diperlukan lagi, karena dalam rapat tersebut, pihak yang mengklaim kepemilikan lahan sudah mengakui bahwa mereka tidak memiliki dasar hukum atas kepemilikan lahan Air Putri. Selain itu, sengketa hukum atas lahan ini telah melalui berbagai tahapan pengadilan.
Diketahui bahwa, pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan Air Putri sebelumnya telah memenangkan perkara di tingkat pertama di Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu. Namun, putusan tersebut kemudian ditolak di tingkat banding dan dikuatkan dalam putusan kasasi. Dengan demikian, gugatan pihak yang mengklaim kepemilikan lahan ditolak dan status lahan kembali ke status semula atau a quo.
Dalam wawancara, Ali Hasan Kasim menyampaikan bahwa, keputusan kasasi yang memperkuat putusan banding menunjukkan bahwa klaim pihak lain terhadap lahan Air Putri tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami sudah jelaskan bahwa lahan ini kembali ke status a quo, artinya tidak ada perubahan kepemilikan. Apalagi pada saat rapat tersebut pihak yang mengklaim pemilik lahan air putri sendiri sudah mengakui tidak memiliki bukti kepemilikan atas lahan tersebut, lalu untuk apa lagi memanggil Ketua Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu? Ini hanya membuang waktu dan menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Ali Hasan Kasim.
Terkait status NO (Niet Ontvankelijk verklaard) dan a quo, dalam hukum perdata, NO adalah: putusan di mana gugatan dianggap tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil. Sementara itu, status a quo berarti bahwa keadaan hukum kembali ke posisi semula sebelum adanya gugatan, yaitu lahan tetap menjadi milik pemilik awal yang mempunya dasar kepemilikan atas lahan tersebut.
Oleh karena itu, pemanggilan Ketua Pengadilan Negeri untuk menjelaskan kembali putusan yang sudah jelas dianggap sebagai langkah yang tidak perlu.
Kuasa hukum pemilik lahan berharap, agar Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat dapat segera mengambil keputusan yang sesuai dengan fakta hukum yang ada, sehingga penyelesaian permasalahan ini dapat berjalan dengan efektif dan tidak berlarut-larut.( Nicko Kastanja)