LAPPAN (Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak) bersama komunitas dan anak muda merayakan hari HAM SEDUNIA

Ambon38 views

Siaran Pers
Ambon,10 Desember 2023

Puncak perayaan hari HAM merupakan serangakaian dari kampanye 16 Hari anti kekerasan terhadap perempuan yang dimulai sejak tanggal 25 November dan berakhir di tanggal 10 Desember 2023. Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

http://demokrasimaluku.com/wp-content/uploads/2024/08/20240817_081242-6.jpg

Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Perayaan lebih difokuskan dengan melibatkan perempuan komunitas, penyintas, korban dan anak muda.


Perayaan Hari HAM dilakukan dengan dialog dan refleksi tentang masalah pelanggaran HAM yang terjadi disekeliling komunitas.

Kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual kian meningkat di Maluku. Mendengarkan pengalaman perempuan penyintas dan pengalaman perempuan lainnya yang mengalami korban namun bungkam dan tidak mau bersuara karena beranggapan bahwa KDRT adalah aib dan gagal dalam rumah tangga.

LAPPAN mendokumentasikan sejak tahun 2023 kasus kekerasan dalam rumah tangga sampai saat ini berjumlah 102 kasus, yang mana rata-rata korban mengalami kekerasan fisik, piskis dan penelantaran ekonomi. Dampak kekerasan dalam rumah tangga bisa berakibat menimbulkan cacat sumur hidup, kehilangan nyawa.


Bahkan korban kekerasan terhadap perempuan mengakui bahwa sampai sekarang masih trauma dengan peristiwa kekerasan yang dialami. harus bekerja keras dalam membangun ketahanan ekonomi keluarga karena menjadi orang tua tunggal.

Hal yang sama dialami oleh korban kekerasan seksual, masih trauma, mengalami kerusakan organ reproduksi dan kehilangan konsep diri.

Beberapa korban menuturkan bahwa selain itu mereka sebagai perempuan sulit mendapatkan layanan dasar, layanan adminduk dan layanan kespro.

Persoalan HAM merupakan persoalan yang sangat krusial, harusnya menjadi tanggung pemerintah dalam memenuhi hak-hak warga negara baik hak ekonomi, sosial, budaya dan hak politik.

Dalam perayaan ini hadir Bu Juliana C. Kappuw (penyintas dan pendamping) yang menuturkan tentang pengalaman kekerasan dalam rumah tangga yang dialami hamper 19 tahun. Tahun 2016, ketika mengalami KDRT yang berulang, luka dinadi tangan dan pipi, saat itu baru mulai berani melaporkan pelaku melalui pidana dan perdata perceraian.

Kekerasan dalam rumah tangga dalam proses penanganan mengalami impunitas, karena penanganan tidak integrative dan memberikan rasa keadilan bagi korban. kekerasan dalam rumah tangga yang kian meningkat memberikan dampak yang sangat buruk terhadap korban.

kondisi ini dikatakan Femisida. Berdasarkan sidang umum dewan HAM PBB, Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan,penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya. Femisida berbeda dengan pembunuhan biasa karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender.

Hadir sebagai narasumber Tiara Dewi Tualeka, s.,Psi.,M.Psi.,Psikolog, menuturkan bahwa dampak Psikologis pada korban kekerasan yaitu muncul rasa takut yg mendominasi; bahkan ketika ingin mencari bantuan, rasa takut membuatnya memilih diam.

Batasan-batasan yang dibuat oleh pelaku kekeresan, membuat korban menjaga jarak dari orang lain; jarang memiliki aktivitas positif yang dapat membantu meningkatkan harga dirinya, sehing rentan mengalami kekerasan, menyendiri. Adanya perasaan tidak berdaya, dan keyakinan bahwa keadaan tidak dapat berubah.

Cenderung menyalahkan diri sendiri. Respon emosional yg muncul membuat korban rentan mengalami masalah kesehatan mental seperti cemas, stres pasca trauma. Harapanya kedepan : Perlu ada deteksi dini pencegahan kekerasan seksual dan KDRT terutama pada anak melalui program penyuluhan atau sosialisasi ke masyarakat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *