Malaihollo Minta Aparat Penegak Hukum di Kota Ambon Bersikap Adil

Ambon, Hukrim163 views
Link Banner

Ambon,Demokrasi Maluku: Kasus penganiayaan yang dilakukan Yosep Papilaya, terhadap korban, Melaren Evert Latuheru mendapat kecamanan dari keluarga besar korban Latuheru/Malaihollo. 

Kepada media ini via hanphobe celulernya beberapa waktu lalu, ibu korban Serly Malaihollo dengan penuh kekesalan dan kekecewaan menyampaikan  ketidakpuasannya terhadap tuntutan yang ditetapkan jaksa kepada pelaku yang hanya satu tahun.

Padahal anaknya benar-benar mengalami luka yang sangat fatal, mereka yang memberikan vonis ke pelaku benar-benar tidak berperikemanusiaan.

“Tindakan  berbahaya dari pelaku yang membuat anak saya luka parah  hanya dituntut 1 tahun penjara, sangat tidak manusiawi,” kesalnya.

“Bagaimana bisa korban mengalami luka yang seperti itu pelakunya dituntut, tak sesuai dengan perbuatannya”,  

Menurut dia, ada dugaan terjadi permainan (main mata), untuk itu pihaknya tidak tinggal diam.

“Saat ini saya sedang berada di Jakarta untuk melaporkan tuntutan yang telah ditetapkan aparat penegak hukum di kota Ambon”. 

Jaksa menyatakan, keterlibatan Yosep Papilaya terbukti melanggar pasal 351 ayat 1 atau penganiyaan ringgan.
Masakan anak saya mengalami luka berat disebut luka ringan, hingga tuntutan Jaksa satu tahun  membuat kami keluarga korban geram. 

“Fatal apa yang dilakukan aparat penegak hukum dimana pada saat  tuntutan, kami selaku korban tidak diberitahukan, ini hal yang tidak benar, ” tegas Ibu korban, Sherly Malaiholo yang juga merupakan aparat penegak hukum. 

Gugatan dan dakwaan yang disangkakan kepada pelaku sangat tidak adil.pasalnya, pidana yang disangkakan kepada pelaku tidak sesuai dengan perbuatan kejam yang dibuatnya. 

“Akibat perbuatan pelaku anak saya harus di operasi habiskan biaya 16 juta rupiah,kasus yang menimpa anak saya masuk kategori penganiyaan sangat berat”, terangnya. “Ulah Jaksa yang  meringankan pelaku, tidak boleh, “tegasnya.

Selanjutnya dia katakan, hal yang sangat mengganjal di hati kami sebaga korban adalah, kasus tahanan kota dengan alasan sakit tifak benar adanya, karena terdakwa sehat dan tetap melakukan aktivitas di luar rumah.

 “Ada foto yang di kirim ke kita, kalau pelaku ada sementara melakukan aktivitas menebang pohon, bukyi foto kita pegang “.

Keadilan hukum di Ambon ini seperti apa, kita hanya minta keadilan, sesalnya.

Terdakwa harus dihukum setimpal dengan perbuatannya terhadap anak kami,” ujar Ibu Korban yang adalah purnawirawan Polri berpangkat AKBP itu.

“Kami tidak diam, dan akan lapor perkara ini  ke Jaksa Agung atas perilaku penegak hukum  di kota Ambon”. 

Selain itu ayah Korban, PELTU PURN TNI AD. ANGKY LATUHERU juga angkat bicara, menyesali sikap aparat penegak hukum hanya menuntut 1 tahun penjara. 

Anak beta (saya) korban kekejamanan atas perbuatan kejahatan dari keluarga sendiri.  Apalagi saat pengobatan tidak sepeser pun biaya ditanggung pelaku.

 “Anak kami itu terlantar di RSU. Biayanya Rp. 16 juta. saya transfer untuk penyembuhan tidak ada yang dikasih pelaku, kami ini mencari keadilan. Masa tutut cuma 1 tahun, ujarnya penuh kekesalan..

“Kami berharap kepada majelis hakim untuk lebih tegas, penegakan hukum itu harus seadil-adilnya sesuai perbuatannya,” tandas Latuheru.

Diceritakan awal peristiwa penikaman ini terjadi pada September 2022 lalu, tepatnya di Kawasan Air Salobar, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.  

Saat itu korban sedang memangkas rambut dan juga mencuci motornya.  Tiba-tiba pelaku dengan diam-diam datang ke arah korban dan langsung menikam korban dengan Oben.

Untunglah anak saya cepat menghindar hingga terkena lengannya. Tambahnya  kejadian itu,  bermulah karena ada cekcok antara korban dan pelaku. 

Dikarenakan ada kalimat-kalimat yang tak wajar yang disampaikan kepada korban hingga terjadi cekcok tetapi semuanya sudah diselesaikan. 

Kemudian tanpa disadari pada hari Minggu (18/09/22) terjadi kejadian yang sangat membuat kami emosi sebab melakukan tindakan pidana tersebut. 

Hukum dikota Ambon ini sangat tidak benar, dimana yang salah diberikan keringanan dan yang korban tidak diberikan perhatian. 

Maka kasus ini akan kami teruskan ke tingkatkan yang lebih tinggi sesuai dengan komentar yang sudah disampaikan istri saya.

Yang pasti dari kejadian ini kami yang juga sebagai mantan aparat penegak hukum kecewa dengan para penegak hukum di kota Ambon.

“Ini kami ungkapkan agar kedepan tidak terjadi hal yang tidak benar seperti yang dialami  keluarga kami, Latuheru/Malaihollo”, tutup Latuheru dan ibu mengakhiri perbincangnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *