Ambon, Demokrasi Maluku : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Rabu (02/11/2022) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi Maluku, yang berlangsung di lantai enam (6) Kantor Gubernur Maluku.
Rakor dihadiri oleh Dinas / instansi terkait di provinsi Maluku diantaranya Dinas Nakertrans Maluku,Kanwil Hukum HAM Provinsi Maluku, Kantor Kementrian Agama Provinsi Maluku, Kepolisian, LBH Hukum Unpatti, beberapa LSM, pemerhati Perempuan dan Anak.
Sebagai pemateri Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Dra.H.Soamole dan Kanit PPA Polda Maluku Ny.I.Siwabessy.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Dra.H.Soamole kepada pers usai acara berlangsung mengemukakan, tujuan dilakukan Rakor adalah untuk mengsinergi kerja-kerja penanganan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, agar ke depan dapat berjalan dengan baik,sesuai dengan aturan perundang-udangan.
Diakuinya, selama ini sudah ada koordinasi namun perlu lagi terus ditingkatkan, disinergikan supaya dapat meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi dari lembaga-lembaga tertentu atau instansi tertentu.
Seperti contoh terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh LBH Hukum Unpatti dalam menangani kasus anak di Lapas Anak, ketika meninggal dunia, dan akan di outopsi keluarga kesulitan membiayai outopsi, padahal Dinas PPA punya biaya untuk outopsi, dan mungkin juga masalah lain yang terjadi, bisa ditangani bersama, kata Soamole.
Harapan kami, kedepan akan terjalin kerjasama yang baik dari pihak-pihak yang punya tugas dan tanggungjawab menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi Maluku.
Lebih lanjut Soamole katakan, untuk tahun 2022 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi Maluku sampai dengan bulan Agustus 2022 berjumlah 206 kasus, 34 yang ditangani secara terintegrasi bersama Unit PPA Polda Maluku, kasus tertinggi terjadi di Kota Ambon.
Kedepan kami akan membuat RUMAH AMAN,ini merupakan tempat tinggal sementara bagi korban kekerasan baik perempuan maupun anak, agar para korban bisa merasa nyaman dan terlindungi, karena mereka akan didampingi oleh Pekerja Sosial Profesional, Psikolog Klinis, Konselor, Petugas Pendamping, hingga Petugas Pramu Sosial.
“Ketika trauma mereka sudah berhasil teratasi dan mereka ingin kembali ke keluarga, barulah mereka dikembalikan,” kata dia pula. (D-02)