Ambon, Demokrasi Maluku : Provinsi Maluku c/q Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku membutuhkan dana sebesar 1-2 triliun rupiah untuk menjawab ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di tersebar di 11 kabupaten dan Kota.
Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi Maluku Dr. Ir. Insun Sangadji, M.SI kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (08/08/2022).
Menurutnya, ketersediaan sarana dan prasarana bagi SMA dan SMK sangatlah minim. Hal ini yang membuat Maluku selalu kalah bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya di Indonesia.
Minimnya sarana dan prasarana pendidikan ini Kata Sangadji, wajar bila banyak sekolah yang mengeluh akan keterbatasan yang dimiliki dan itu tidak bisa dipungkiri
Dicontohkan Sangadji, dari jumlah SMK di Maluku sebanyak 115 sekolah, yang mendapat bantuan dari Kementerian hanya sebanyak 54 sekolah. Sementara tingkat SMA sebanyak 282 sekolah, 50 di antaranya yang mendapatkan bantuan sarana dan prasarana.
“Jadi tidak untuk satu tahun anggaran hanya 50 sekolah, tahun berikutnya belum tentu 50 s yang mendapatkan bantuan, kalau hitung- hitung berarti kita membutuhkan 10 -15 tahun baru semua sarana dan prasarana di Maluku terpenuhi, dalam kurun waktu itu pula Maluku bisa sama dengan sekolah di daerah lain,” ujarnya.
Padahal lanjut Sangadji, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi Maluku dalam pengusulannya mengakomodir seluruh kebutuhan sekolah sesuai kebutuhan yang tertuang dalam Dapodik.
“Di Dapodik itu, sekolah ini masih kurang ruang belajar, perpustakaan, laboratorium. Itu semua ada di Dapodik dan kita usul semua ke Pusat tapi pusat atau kementerian yang menentukan sekolah mana yang mendapat,sesuai dengan kriteria, “ Kata Sangadji.
Bantuan sarana dan prasarana pendidikan dari Kementrian jelas Sangadji, tentunya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, misalnya lahan sekolah yang harus di buktikan dengan sertifikat dan sertifikat itu di Upload di dalam Dapodik. Kurang ruang belajar harus disesuaikan dengan jumlah murid yang ada.
Terkait sistim ketuntasan, Lanjut Sangadji, Kementrian memiliki penilaian tentang sekolah-sekolah yang akan dituntaskan, Dan bila sekolah telah mendapatkan bantuan tersebut, maka sampai 5 tahun ke depan tidak akan mendapatkan bantuan lagi.
“ jadi pemilihan itu dari kementerian, kira-kira Kabupaten mana atau sekolah mana yang dituntaskan, dan kita tidak bisa nego. Misalnya saya minta tolong SMA 15 Maluku Tengah ditambah 3 ruang kelas berdasarkan Dapodiknya namun dari Kementerian menyatakan tidak bisa karena mereka menuntaskan sekolah lain.
“Hal itu, membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena yang punya dana adalah Kementerian, jangan bilang bahwa kita yang butuh, kalau demikian kita harus ikut mereka, bukan kita memerintah mereka”.
“ Jadi kalau kita berhitung dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang didapat setiap tahun, maka 10-15 tahun ke depan baru kita bisa sama dengan sekolah lain di Indonesia. Bayangkan kalau 10-15 tahun maka sekolah-sekolah itu sudah rusak,” kata dia pula.