Jaga dan rawat damai untuk masa depan

Ambon5 views

Ambon, Demokrasi Maluku : MInggu, 19 Januari 2025 di Aula Baileo negeri Tengah-Tengah Salahutu Maluku Tengah, LAPPAN melakukan refleksi 2n4 tahun konflik Maluku dengan anak-anak dan kader SAPA (Sahabat perempuan, Peduli Anak) Negeri Tengah-tengah kecamatan Salahutu, Maluku Tengah.


Kegiatan ini dilakukan dengan 11 anak perempuan, yang usianya berkisar dari 13-19 tahun. Anak-anak ini tumbuh dan berkembang dari situasi pasca konflik. Saat konflik mereka belum lahir, ada yang berumur 1 tahun, sehingga tidak mengetahui apa yang pernah terjadi.

http://demokrasimaluku.com/wp-content/uploads/2024/08/20240817_081242-6.jpg

Dengan anak-anak metodenya dilakukan dengan menjelaskan hak anak, menjelaskan tentang HAM.


Kemudian mereka mendiskusikan peristiwa HAM yang pernah terjadi disekeliling kita. Refleksi 24 tahun, memberikan makna nilai bahwa anak-anak ini adalah masa depan Maluku, mereka harus tumbuh menjadi pemimpin bangsa yang memiliki nilai-nilai kepekaan sosial dan memiliki mimpi dan harapan untuk masa depan yang lebih baik, berguna bagi diri mereka dan orang lain serta komunitasnya.

Anak-anak akan tumbuh menjadi agen perubahan sosial dan perdamaian.
Hari ini adalah 24 tahun berlalu,ada anak yang menuturkan bahwa ibunya bercerita tentang kejadian konflik saat itu. Namun tidak becerita detail. Beberapa yang mengungkapkan orang tua mereka tidak pernah bercerita tentang peristiwa itu. Orang tua lebih banyak diam dan tidak mau bercerita karena dianggap akan memunculkan trauma bagi anak-anak.

Ketika anak-anak tumbuh dan harus menjalani kehidupan dalam sekolah, mereka memilih sekolah yang siswa beragam.


Ada yang di MTs negeri Tulehu Maluku Tengah, SMP Negeri 7 Suli, SMK kesehatan di Ambon. Interaksi mulai dibangun, karena akan memilih teman dalam mengerjakan tugas sekolah dan teman gaul di sekolah.

Anak-anak menuturkan bahwa dalam memilih teman, kita tidak harus memilih yang hanya seagama. Bila ada teman baik, sebaiknya tidak memandang dia dari suku, agama, kelas sosial apapun.
Kebanyakan kasus-kasus bullying yang dilakukan karena pembatasan bergaul dan memilih teman, sehingga ada teman yang mengalami disabilitas, memiliki keterbatasan kecerdasan dan lain-lain seringkali korban bullying.

Memilih teman yang lain suku, agama dilakukan karena ingin belajar, memahami teman yang beda agama, saling menghormati bila hari-hari besar keagamaan.

Beberapa anak menuturkan mereka saling mengunjungi, kadang-kadang bercerita tentang kehidupan keseharian, sehingga kami tidak merasa ada ruang pembatasan dalam mencari teman.

Saat ini, 24 tahun konflik sosial yang pernah melanda Maluku di tahun 1999, harus dilakukan refleksi, agar kehidupan pluralisme dan menumbuhkan nilai-nilai toleransi perlu untuk dikembagkan di sekolah-sekolah dan komunitas.

Kondisi ini untuk mendorong anak-anak saling memahami dan memaknai kehidupan keragaman dalam keseharian. Mereka hidup dalam konteks mayarakat majemuk untuk menjaga dan merawat perdamaian, tidak mudah terprovokasi dan tidak mudah diajak untuk isu-isu intoleransi.


Mereka harus dibangun pemahaman akan isu-isu sosial dan bagaimana daya juang rasa empati terhadap konteks kehidupan mereka.

Dalam refleksi ini, anak-anak lebih banyak bercerita tentang kehidupan keseharian. Memilih teman, memaknai kehidupan pluralisme sebagai hukum Tuhan, Sunatullah yang harus dijaga dan dirawat karena Manusi, sama di mata Tuhan harus saling menghargai dan menghormati, bila ada konflik kita tidak terprovokasi.

Peran kami sebagai anak-anak harus membuat narasi-narasi damai dalam mengajak teman-teman untuk ikut merawat perdamaian, menjaga alam dan bumi untuk kehidupan berkelanjutan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *