Atapary: DPRD Akan Panggil Pihak Terkait
Ambon, Demokrasi Maluku : Seleksi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tanggal 17 Agustus Tahun 2024 tingkat Nasional yang di lakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Maluku di duga ada unsur Kolusi, Nepotisme dan Diskriminasi (KND) terhadap Tristian Yelumatalale siswa Kelas 10 SMA Negeri 3 Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) .
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku Samson Atapary akan berkoordinasi dengan Fraksi PDI Perjuangan dan Komisi I juga ketua DPRD Provinsi Maluku untuk memanggil pihak-pihak terkait, terutama Kesbangpol untuk meminta keterangan terkait hasil seleksi Paskibraka itu.
Atapary katakan, Penjabat (Pj) Gubernur Maluku Sadlle Li harus serius melihat ini dan evaluasi semua prosesnya, kenapa bisa terjadi seperti begitu? yang rangking tertinggi dieliminir dengan alasan mengada- Ngada. Ujar Atapary Senin (10)6/2024)
Menurutnya Pj. Gubernur harus membatalkan yang sudah ditetapkan bukan berdasarkan rangking dan dikembalikan serta dikirim ke pusat berdasarkan rangking empat besar.
Atapary selaku anggota DPRD Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten SBB sangat kecewa dengan kebijakan Pj. Gubernur Maluku atas seleksi paskibraka tingkat provinsi yang diduga ada diskriminasi terhadap anak-anak SBB yang berprestasi.
“Saya akan koordinasi dengan Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang ada di Komisi I sehingga bisa berkoordinasi di tingkat Komisi untuk mengundang Kepala Kesbangpol untuk mempertanyakan hal tersebut.Ini ada Indikasi Permainan Kotor Kesbangpol Provinsi Terhadap Siswa Terpilih Paskibraka Tingkat Nasional Tahun 2024 ” kesal Politisi PDI Perjuangan Maluku itu.
Untuk di ketahui bahwa Tristian yang sebelumnya dinyatakan lulus seleksi tingkat kabupaten hingga provinsi dan menjadi salah satu dari empat peserta yang akan diberangkatkan pada tanggal 9 Juni 2024 untuk mengikuti seleksi anggota paskibra tingkat nasional mewakili provinsi Maluku, mendadak digantikan tanpa pemberitahuan resmi.
Tristian bersama tiga siswa lainnya dikirim dari Kabupaten SBB untuk mengikuti seleksi di tingkat provinsi.Mereka menjalani berbagai tahap seleksi dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) hingga wawancara akhir, dan saya lulus dengan nilai tinggi.
Tristian memperoleh nilai TWK 75, nilai Tes Intelegensi Umum (TIU) 90, dan nilai wawancara 96, menjadikannya salah satu peserta terbaik.
Pada malam pengumuman, Tristian bersama Riska Dwi Latuconsina, Cleo Fadli Ririhena, dan Aril Lestaluhu diumumkan sebagai peserta yang lolos seleksi tingkat provinsi dan akan melanjutkan seleksi ke tingkat pusat.
Keesokan harinya, mereka diarahkan untuk melakukan medical check up di RS Dr. Haulussy Namun, kejanggalan mulai terasa ketika mereka mendapati hasil medis yang dinilai tidak transparan.
Bahkan Tristian Yelumatalale, mendapatkan informasi kejanggalan hasil medis bukan dari pihak Kesbangpol maupun pihak Kesehatan, melainkan dari salah satu temannya yang juga sempat turut diberangkatkan dari SBB namun tidak lolos seleksi tingkat provinsi.
Informasi yang didapatkan itu menyatakan bahwa hasil medical check up dirinya kekurangan HB dan bahkan sering pingsan saat mengikuti seleksi.
Hal itu menimbulkan kebingungan bagi Tristian Yelumatalale, karena ia merasa tidak perna mengalami hal itu selama proses seleksi baik dari tingkat kabupaten hingga provinsi.
Dari sumber terpercaya di Kesbangpol yang bersangkutan tidak memiliki masalah kesehatan yang signifikan, sementara Riska memiliki gigi berlubang 10, hilang 5 dan matanya minus 3,5. Namun, dia tetap dinyatakan lolos dan ikut berangkat ke pusat mengikuti seleksi lanjutan. Ucap sumber tersebut.
Di kutif dari Gakorpan news Tristian mengaku bahwa hasil medical check up
menunjukkan dirinya sehat tanpa ada keluhan pingsan karena HB-nya rendah sama seperti yang dituduhkan oleh Kesbangpol dalam hasil rapat Kesbangpol bersama dengan Kesehatan, yang dikirim oleh Panitia Seleksi kepada Ayah-nya.
Banyak kecurigaan terus terkuak, ketika Tristian Yelumatalale tahu bahwa informasi yang terus ia dapatkan akan pergantian dirinya tidak perna di informasikan langsung oleh pihak Kesbangpol. Apalagi ia mengetahui bahwa temannya Itin Weno yang memberikan informasi itu kepadanya, malah sempat di panggil oleh pihak Kesbangpol untuk mengikuti seleksi Medical check up bersama Alei Tawainela dan Arum, padahal nyatanya temannya itu tidak lolos seleksi tingkat provinsi.
Ketidaktransparanan makin jelas ketika tiba-tiba muncul sebuah link yang dikirim oleh pihak Kesbangpol kepada temannya Itin Weno, yang mana link tersebut merupakan tiket keberangkatan nama-nama peserta paskibra tingkat provinsi, yang akan mengikuti seleksi tingkat nasional.
Anehnya, dalam link tiket tersebut, tidak ada nama Tristian Yelumatalale dan Cleo Fadli Ririhena, yang sebelumnya telah lolos seleksi tingkat provinsi dan akan di berangkatkan untuk mengikuti seleksi lanjutan di tingkat nasional sebagai peserta paskibra, melainkan nama-nama lain yang tidak mengikuti seleksi sebelumnya, seperti Alei Tawainela dan Arum.
Bahkan, Michelle Salamoni yang tidak melakukan medical check up, namanya masuk dalam daftar tiket keberangkatan.
Ayah Tristian yang juga merupakan anggota, mencoba mengonfirmasi ke pihak Kesbangpol tetapi hanya mendapatkan jawaban yang berputar-putar tanpa kejelasan.
“Ketika bapak saya bertanya, mereka justru memutus telepon secara sepihak,” ungkap Cristian.
Kini, lima orang yang diberangkatkan terdiri dari tiga perempuan dan dua laki-laki, bukan empat orang seperti yang diumumkan awalnya, padahal kuota provinsi Maluku hanya untuk empat orang saja.
Tristian, yang memperoleh nilai tertinggi pada seleksi provinsi dengan skor 89,46, tidak diberangkatkan tanpa alasan yang jelas.
Kejadian ini menimbulkan kecurigaan adanya permainan kotor dan manipulasi data dalam proses seleksi Paskibra yang akan mewakili provinsi Maluku di tingkat nasional.
Oleh karena itu, Tristian dan keluarganya berharap pihak berwenang dapat menyelidiki lebih lanjut untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam pemilihan peserta Paskibra yang diberangkatkan mewakili Maluku di tingkat nasional.(*)