Puluhan PKL Pasar Tiakur datangi DPRD Menuntut Hak”-

Daerah338 views

Tiakur MBD : Demokrasi Maluku, Merasa Kecewa atas permintaan eksekusi bangunan, Puluhan pedagang kaki lima (PKL) yang berada di areal pasar Tiakur datangi Balai rakat Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Kedatangan pedagang tersebut, guna menuntut hak serta perhatian pemerintah daerah terhadap keputusan relokasi.

Lokasi yang saat ini ditempati PKL di halaman pasar Tiakur , diketahui akan dilakukan penataan halaman diantaranya pemasangan paving blok , drainase dan pagar Pasar Tiakur . Sehingga perlu dilakukan pengosongan lahan,untuk menunjang peningkatan pembangunan infrastruktur daerah.

http://demokrasimaluku.com/wp-content/uploads/2024/08/20240817_081242-6.jpg

Aspirasi puluhan PKL tersebut kemudian direspon cepat oleh Komisi B DPRD MBD, dengan rapat bersama antara pedagang dan,Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) juga pedagang. Yang berlangsung di ruang rapat komisi B, Rabu (28/9).

Salah satu PKL ,Nany Fenanlambir pada rapat tersebut mengungkapkan , sebanyak 55 PKL yang saat ini menempati halaman pasar Tiakur. Keberadaan para PKL di lokasi tersebut juga masih tergolong baru, pasca relokasi pertama tahun 2021 lalu.

“Pada prinsipnya seluruh PKL bersepakat untuk menaati aturan pemerintah terkait penggunaan lahan milik Pemda, sebelumnya kita juga direlokasi oleh Pemda dari lahan pembangunan pelabuhan perikanan Tiakur. Tanpa adanya kompensasi oleh Pemda, namun atas kesempatan dari Pemda untuk mendukung usaha kita. Kita kemudian menyepakati ijin pinjam pakai lahan kosong di halaman pasar Tiakur, dan membangun kios dengan anggaran pribadi,” ungkapnya.

Pada lokasi kedua, lanjutn Fenanlambir bahwa, kurang dari dua tahun kita telah beroperasi. Hingga akhirnya mendapat pemberitahuan relokasi oleh Dinas PUTR pada 26 Juli lalu. Rentang waktu yang singkat, tentu membuat seluruj pedagang kewalahan. Dimana pendapatan pedagang belum mencukupi untuk menggantikan anggaran pembangunan kios.

Kendati telah disepakati perjanjian antara Pemda dan pedagang , lanjutnya, tentang siap direlokasi tanpa adanya tenggat waktu penggunaan lahan. Namun relokasi kedua ini, dinilai sangat merugikan pedagang. Padahal seluruh pedagang tetap menjalankan kewajibannya kepada Pemda lewat retribusi pajak, sehingga para pedagang menuntut perhatian Pemda atas persoalan yang dihadapi saat ini.

Menyikapi tuntutan tersebut, Kadis Perindagkop MBD, Jacky Untajana mengungkapkan, sejauh ini Pemda melalui Disperindag telah berupaya untuk melihat dan memenuhi kebutuhan pedagang termasuk PKL di Pasar Tiakur. Namun kewenangan pembanguan infrastruktur daerah merupakan tanggung jawab Dinas PUTR, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya relokasi pada wilayah yang perencanaan pembangunannya telah disepakati.

“Mengantisipasi relokasi tersebut , Pemda telah menyiapkan lokasi baru bagi para PKL tersebut. Hanya saja, terhadap kerugian pedagang atas pembangunan kios. Sejauh ini tidak dianggarkan oleh Pemda, sehingga untuk menjawab tuntutan pedagang. Kita perlu berkoordinasi baik dengan Dinas PUTR, Legislatif dan kepala daerah,” jelasnya.

Sementara itu , Ketua Komisi B DPRD MBD, Yesri Lolopaly mengungkapkan , langkah atau kebijakan yang diambil pemerintah sangatlah baik untuk kepentingan daerah. Namun juga menjadi catatan penting bahwa , setelah pandemi covid-19 ekonomi daerah sedang dalam keadaan yang tidak baik. Sehingga pemerintah juga harus bijak dalam melaksanakan setiap kebijakan maupun keputusan, yang harus searah dengan perekonomian di daerah .

“Untuk itu terhadap 55 PKL yang sudah dieksekusi saya meminta kepada pemerintah daerah ada rehabilitasi . Karena para pelaku usaha ini sudah dieksekusi berulang kali. Bahkan lokasi yang ditempati para PKL sesuai dengan petunjuk Pemda , sehingga mereka bukan membangun di lokasi yang dilarang oleh Pemda,” terangnya.

Semestinya dari awal , lanjut politis asal partai Demokrat, kalaupun ada perencanaan pemerintah untuk pembanguan di areal pasar Tiakur. Pemerintah harus memperhatikan Perda nomor 1 tahun 2013 tentang rencana tata ruang/rencana wilayah tahun 2011-2031 sebagai barometer pembangunan.

“Kalau Pemda tidak menggunakan perda tersebut, maka tentu setiap pembangunan di daerah ini bisa saja tidak sesuai dengan master plan yang sudah disusun oleh pemerintahan sebelumnya.akhirnya terjadi dampak seperti yang dialami oleh 55 PKL saat ini,” tegasnya.

Selain itu terhadap lokasi baru yang ditunjuk oleh Pemda kepada para PKL tersebut , tegasnya, Perlu diperhatikan kembali master plan nya , sehingga sekalipun ada keberatan dari pedagang atas konsekuensinya usaha yang menurut mereka tidak sesuai atau menghambat lajunya perputaran ekonomi. Tetapi ketika lokasi tersebut memang diperuntukan untuk area PKL , PKL juga tidak bisa melawan kebijakan pemerintah . “Namun jangan sampai satu atau dua tahun kemudian , ketika para pedagang telah menempati lokasi yang dintunjuk , dan melakukan pembangunan kemudian di bongkar kembali,” pintanya””.

“Sehingga saya meminta kepada Pemda untuk memberikan rehabilitasi dalam bentuk ganti rugi walaupun tidak seberapa dan tidak sekarang. Tapi paling tidak menjadi perhatian , sehingga para pelaku usaha dapat kembali beroperasi dengan baik , dan itu juga dapat menunjang PAD dari para pelaku usaha tersebut. Mengingat pendapatan mereka sangat menurun karena Pendemi , dan kita sangat menyayangkan nasib mereka,” tambahnya.

Ditambahkannya, hal ini sesuai dengan tema rencana kerja pemerintah tahun 2022 baik pusat hingga daerah, yang terkonsentrasi pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural pasca bencana non alam pandemi covid-19. Sehingga fokus setiap daerah itu kepada peningkatan usaha kecil menengah dan besar.

“Karena Pemda juga pada akhirnya akan menarik pajak retribusi dari mereka. Kita tidak meminta kekhususan, tetapi mereka bukan pertama kali disikapi seperti ini , tanpa ada seperak pun dari Pemda dalam hal ganti rugi. Sehingga Pemda harus lebih memperhatikan nasib PKL di pasar Tiakur,” paparnya.

Lewat kesempatan tersebut, koordinator Komisi MBD, Petrus Tunay juga menegaskan , sebagai perwakilan rakyat . DPRD akan memperhatikan seluruh aspirasi yang telah disampaikan. Baik pemerataan relokasi hingga tuntutan ganti rugi bangunan.

“Kita akan berkoordinasi dengan Pemda untuk membicarakan persoalan ganti rugi lahan. Namun Kendala yang saat ini dihadapi adalah, Pemda tidak lagi berada dalam pembahasan rancangan anggaran. Masa pengganggaran APBD Murni telah lewat, dan pembahasan KUA PPAS juga telah disepakati. Namun tidak menuruti kemungkinan adanya ganti rugi bangunan kepada 55 PKL yang direlokasi,” terangnya.

Karena itu, Tunay meminta kepada Disperindag untuk mendata kembali 55 PKL untuk diusulkan anggaran ganti rugi. Akan tetapi besaran nilai ganti rugi per pedagang belum dapat diputuskan, tentu Pemda harus melihat kemampuan keuangan daerah.

“Pada dasarnya kita tetap mendukung dan memberi perhatian kepada seluruh pedagang di ibu kota Tiakur, yang telah menunjang perekonomian daerah,” tegasnya.(Ever Makupiola)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *